Rabu, 12 April 2017

Makalah Retorika Dakwah tentang Metode Dakwah Nabi Muhammad

BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Metode Dakwah

Sebagaimana telah dibahas oleh kelompok sebelumnya, dakwah merupakan suatu proses upaya mengubah suatu situasi yang lebih baik sesuai ajaran Islam atau proses mengajak manusia ke jalan Allah SWT yaitu agama Islam. Para ulama memberi definisi sesuai pemikiran masing-masing sebagaimana diungkapkan oleh Syekh Al-Babiy Al-Khuli bahwa dakwah adalah upaya memindahkan situasi manusia kepada situasi yang lebih baik. Pada prinsipnya, dakwah adalah kegiatan yang bersifat menyeru, mengajak dan memanggil orang untuk beriman dan taat kepada Allah Subhaanahu wa ta'ala sesuai dengan garis aqidah, syari'at dan akhlakIslam. Kata dakwah merupakan masdar (kata benda) dari kata kerja da'a yad'u yang berarti panggilan, seruan atau ajakan.
Sementara kata “metode”, dari aspek etimologi atau kebahasaan berasal dari dua kata, yaitu meta (melalui) dan hodos (jalan, cara). Dalam bahasa Yunani kata “metode” berasal dari kata “methodos” artinya jalan. Metode disebut sebagai manhaj atau thariqat dalam bahasa Arab yang berarti tata cara, sedang dalam kamus bahasa Indonesia kata “metode” berarti cara yang teratur dan sigtimatis untuk pelaksanaan sesuatu; cara kerja [1]. Jika digabungkan dengan kata “dakwah” maka metode dakwah yaitu cara-cara atau langkah-langkah sistematis dalam menyampaikan atau menyeru umat ke jalan Allah SWT sehingga dapat mencapai tujuan yang diinginkan.
Cara-cara ini disesuaikan dengan kondisi-kondisi mad’u (penerima dakwah) agar pesan dapat diterima secara maksimal oleh mad’u tersebut. Dalam hal ini perlunya dakwah dihubungkan dengan ilmu-ilmu lain seperti antropologi, psikologi, sosiologi, filosofi, sejarah dan lainnya. Apabila pesan dakwah diterima baik, maka dakwah tersebut bisa dikatakan berhasil.

B. Bentuk-Bentuk Metode Dakwah

äí÷Š$# 4n<Î) È@‹Î6y y7În/u ÏpyJõ3Ïtø:$$Î/ ÏpsàÏãöqyJø9$#ur ÏpuZ|¡ptø:$# ( Oßgø9Ï»y_ur ÓÉL©9$$Î/ }Ïd ß`|¡ômr& 4 ¨bÎ) y7­/uuqèd ÞOn=ôãr& `yJÎ/ ¨@|Ê `tã ¾Ï&Î#Î6y ( uqèdur ÞOn=ôãr& tûïÏtGôgßJø9$$Î/ ÇÊËÎÈ  
Artinya:
“Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhan-mu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk.” (QS. An-Nahl 16 ayat 125).

Dari ayat di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa dakwah seyogyanya menggunakan cara-cara walau ayat di atas secara implisit tidak menngungkapkan metode-metode ilmiah sebagaimana dikaji dewasa ini. Di dalam bagian ayat di atas disebutkan:
1.      Seru dengan hikmah dan pelajaran yang baik
2.      Bantah dengan cara yang baik
3.      Tuhan lebih tahu kondisi keimanan manusia.

Para pakar keilmuan menyimpulkan dari pengertian ayat di atas bahwa ada tiga metode dalam menyampaikan dakwah. Pertama ialah bi al-Hikmah, kedua bi al-Mauidhati al-Hasanah dan ketiga bi al-Lati hiya ahsan.
Sebelum menjabarkan lebih jauh mengenai  metode yang disampaikan oleh para pakar, perlu diperhatikan metode-metode dakwah lainnya selain teknis dalam menyampaikannya. Dampak dakwah merupakan kunci selain esensi dakwah sebagai penyampai pesan. Dalam ayat di atas disebut secara gamblang bahwa menyampaikan dakwah dan membantah pendapat lainnya harus menggunakan cara yang baik. Cara-cara yang baik umumnya tidak menyakitkan pihak yang lain sehingga kata tersebut sering diartikan sebagai diskusi. Segala hal (benar atau salah) diserahkan kepada Allah SWT melalui penegasan di akhir ayat: ...Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk.”
Ketegasan firman tersebut memberi gambaran atas fenomena yang terjadi belakangan ini, di mana beberapa kelompok sparatis radikal yang mengatasnamakan agama menyerukan dakwah dengan segala cara, sehingga penyampaian agama lebih mirip dengan penyampaian politik. Kelompok-kelompok tak sepaham dianggapnya kafir. Umumnya orang seperti ini menutup telinga dari argumentasi yang disampaikan oleh orang lain. Hal ini bertentangan dengan firman Allah SWT dalam surat An-Nahl tersebut di atas.
Selanjutnya akan dibahas metode-metode dakwah yang disusun oleh para pakar keilmuan.

1.       Metode Dakwah Al-Hikmah (Bi Al-Hikmah)
Dakwah bi al-hikmah merupakan suatu metode pendekatan komunikasi dakwah yang dilakukan atas dasar persuasif. Artinya dakwah di sini dilakukan tanpa adanya paksaan. Kata “hikmah” bermakna arif dan bijaksana. Beberapa ulama mengartikan hikmah sebagai berikut
·         Syekh Mustafa Al-Maroghi
Perkataan yang jelas dan tegas disertai dengan dalil yang dapat mempertegas kebenaran dan dapat menghilangkan keragu-raguan.
·         Syekh Muhammad Abduh
Mengetahui rahasia dan faedah di dalam tiap-tiap hal.
·         Imam Abdullah bin Ahmad Mahmud an-Nafasi
Menggunakan perkataan yang benar dan pasti, yaitu dalil yang menjelaskan kebenaran dan menghilangkan keraguan.

Dari pengertian-pengertian di atas, dapat dipahami bahwa al-hikmah merupakan kemampuan penyampai dakwah (da’i) dalam menyelaraskan teknik dakwah dengan kondisi mad’u, sesuai situasi dan kondisi (muthabaqah li al-muqtadla al-hal). Sehingga pesan dapat diterima oleh mad’u dengan baik. Mengenai efektifitas dakwah atau keberhasilan dakwah merupakan rahasia Tuhan.
Hikmah merupakan pokok awal yang harus dimiliki oleh seorang da’i berdakwah. Dengan hikmah seorang da’i dapat berperan secara objektif melihat kondisi mad’unya sehingga tidak menimbulkan konflik. Semisal di sebuah tempat terbiasa melakukan ritual-ritual yang berbeda dengan apa yang dipahaminya, maka yang sebaiknya dilakukan oleh da’i ialah mempelajari perilaku masyarakat tersebut dan diteliti melalui kacamata syar’i. Mempelajari masyarakat ini memerlukan ilmu-ilmu lain, sesuai konsentrasinya.
Da’i yang sukses biasanya tak lepas dari kemampuan beretorika dan memilik kata. Modal penting ini diperlukan dalam menarik peserta dakwah seperti yang dicontohkan oleh beberapa da’i di negara ini.

2.       Metode Dakwah Al-Mau’idzatil Hasanah
Kata Al-Mauidzatil Hasanal kerap melekat dalam pengajian-pengajian dan berbagai kegiatan keagamaan yang di dalam acara tersebut terdapat ceramah. Ceramah ini yang disebut sebagai mauidzah hasanah dan mendapat porsi yang khusus sebagai acara yang “ditunggu-tunggu.”
Secara bahasa mauidzah hasanah terdiri dari dua kata bahasa Arab yakni mauidzah dan hasanah. Mauidzah berarti nasihat, bimbingan, pendidikan dan peringatan. Sedang hasanah berarti baik, kebaikan. Maka secara terminologi mau’idzah hasanah ialah nasihat atau peringatan yang membawa kebaikan.
Menurut Imam Abdullah bin Ahmad an-Nasai, mauidzah hasanah adalah perkataan-perkataan yang tidak tersembunyi bagi mereka (mad’u), bahwa engkau (da’i) memberikan nasihat dan menghendaki manfaat kepada mereka atau dengan al-Qur’an.
Menurut Abdul Hamid Al-Bilali, mauidzah hasanah merupakan salah satu metode dalam dakwah untuk mengajak ke jalan Allah dengan cara memberikan nasihat atau membimbing dengan lemah lembut agar mereka (mad’u) mau berbuat baik. Dari dua pendapat ini dapat dirumuskan bahwa mauidzah hasanah terdiri dari beberapa model, di antaranya nasihat, tabsyir wa tanzir dan wasiat.
1. Nasihat
Nasihat adalah cara yang bertujuan mengingatkan bahwa segala perbuatan pasti ada sangsi dan akibat. Secara terminologi berarti memerintah atau melarang atau menganjurkan yang disertai dalil motivasi dan ancaman.
Beberapa perintah nasihat dalam Al-Qur’an:
a.       Surat Al-Ashr ayat 1-3
ÎŽóÇyèø9$#ur ÇÊÈ   ¨bÎ) z|¡SM}$# Å"s9 AŽô£äz ÇËÈ   žwÎ) tûïÏ%©!$# (#qãZtB#uä (#qè=ÏJtãur ÏM»ys΢Á9$#(#öq|¹#uqs?ur Èd,ysø9$$Î/ (#öq|¹#uqs?ur ÎŽö9¢Á9$$Î/ ÇÌÈ  
“Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian. Kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasihat menasihati supaya mentaati kebenaran dan nasihat menasihati supaya menetapi kesabaran.”

2. Tabsyir wa tanzir
Tabsir wa tanzir berasal dari dua kata berbahasa Arab, yang berarti memperhatikan/rasa senang dan peringatan. Tabsyir dalam istilah dakwah adalah penyampaian dakwah yang berisi kabar-kabar yang menggembirakan bagi orang-orang yang mengikuti dakwah. Sedang tandzir ialam penyampaian dakwah di mana isinya berupa peringatan terhadap manusia tentang adanya kehidupan setelah kematian beserta konsekuensinya.
Tujuan tabsyir wa tanzir:
·         Memperkuat/memperkokoh iman
·          Memberikan harapan
·         Menumbuhkan semangat beramal
·          Menghilangkan sifat ragu-ragu
·         Memberi peringatan agar waspada

3. Wasiat
Secara etimologi wasiat berasal dari kata bahasa Arab washa-washia-washiyatan yang berarti pesan penting. Wasiat dibagi menjadi dua:
a.       Wasiat orang yang masih hidup kepada orang yang masih hidup. Dapat berupa ucapan, pelajaran atau arahan tentang suatu hal.
b.      Wasiat orang yang meninggal (menjelang ajal) kepada orang yang masih hidup, berupa ucapan ataupun benda (harta waris).
Dalam kontek dakwah, wasiat diartikan sebagai ucapan atau arahan kepada orang lain (mad’u), terhadap sesuatu yang belum dan akan terjadi.

3.       Dakwah Al-Mujadalah bi Al-Lati Hiya Ahsan
Secara etimologi atau kebahasaan al-mujadalah diambil dari kata bahasa Arab jadala yang artinya memintal, melilit. Dapat juga berarti berdebat, perdebatan. Kata jadala dapat bermakna menarik tali guna menguatkan sesuatu. Orang yang berdebat diibaratkan menarik dengan ucapan untuk meyakinkan lawannya dengan menguatkan pendapatnya melalui argumentasi yang disampaikan. Al-mujadalah diartikan pula sebagai al-hiwar yang berarti bertukar pendapat yang dilakukan oleh dua pihak secara sinergis tanpa adanya suasana yang mengharuskan lahirnya permusuhan di antara kedua belah pihak.
Etika menggunakan metode ini, menurut Hujjatul Islam Imam Ghazali dalam kitabnya Ihya’ Ulumuddin ditegaskan agar orang yang bertukar pikiran tidak beranggapan bahwa antara satu dengan lainnya merupakan musuh. Tetapi anggap forum perdebatan sebagai arena diskusi, saling tolong-menolong dalam mencapai kebenaran.

Selain menggunakan pendekatan yang disebutkan dalam A-Qur’an, dalam sebuah haditis nabi Muhammad SAW yang diriwayatkan oleh Imam Muslim disebutkan:
 “Siapa di antara kamu melihat kemunkaran, ubahlah dengan tangannya, jika tidak mampu, ubahlah dengan lisannya, jika tidak mampu, ubahlah dengan hatinya, dan yang terakhir inilah selemah-lemah iman.” [ H.R. Muslim ].

Dari hadits ini para pakar menyimpulkan ada 3 (tiga) tahapan metode, yaitu:
1.      Metode dengan tangan (bil yad). Tangan secara tekstual diartikan sebagai tangan yang digunakan dalam menggunakan situasi kemungkaran. Secara tekstual kata “tangan” dapat diartikan sebagai kekuatan kekuasaan (power). Metode ini efektif bila dilakukan oleh penguasa yang berjiwa dakwah.
2.      Metode dengan lisan (bil lisan). Maksudnya dengan perkataan yang baik, lemah lembut dan dapat dipahami oleh penerima dakwah (mad’u), bukan dengan kata-kata sukar apalagi menyakitkan hati.
3.      Metode dengan hati (bil qalb). Tahapan ini digunakan dalam situasi yang sangat berat. Ketika mad’u sebagai penerima pesan menolak pesan yang disampaikan, mencemooh bahkan mendzalimi da’i, yang sebaiknya dilakukan oleh da’i ialah bersabar serta terus mendo’akan agar pesan dakwah dapat diterima suatu saat nanti.

C. Sumber Sumber Metode dakwah
1.      Al- Qur’an
            Al- quran sebagai kitab suci yang di gunakan umat islam sebagai pedoman hidup atau sebagai dasar setiap tingkah laku kita haru sesuai dengan al – quran . di dalam al-quran banyak sekali ayat ayat yang membahas tentang dakwah . di antara ayat ayatnya adalah ada yang berhubungan dengan kisah p nabi serta para rassul dalam menghadapi umatnya guna untuk melancarkan dakwah dakwahnya.
2.      Sunah Rasul
3.      Sejarah Hidup para Nabi
4.      Pengalaman












BAB III

Kesimpulan
            Dakwah adalah salah satu kewajiban atau keharusan setiap umat manusia dalam rangka mengembang serta memajukan agama islam  sebagaimana yang telah di contohkan Nabi besar kita Nabi muhammad SAW. Dalam aktivitasnya adalah:
a.       Petuah atau nasihat.
dakwah juga merupakan salah satu kegiatan alternatif yang dapat dilakukan manusia yang diharapkan dapat membawa pengaruh besar terhadap kemajuan agama islam itu sendiri.

Metode dakwah itu mencangkup tiga bagian yaitu :
1.      Al – Hikmah   (  الحكمة )
2.       Al - Mau’idza Al – Hasanah
Adapaun klasifikasi dari mau’izhah hasanah Bimbingan, pengajaran (pendidikan).
b.      Kisah-kisah
c.       Kabar gembira dan peringatan
d.      Pesan-pesan positif
3.      Al- Mujadalah Bi - al - Lati Hiya Ahsan     




[1] kamus ilmiah populer, Pius A Partanto, M. Dahlan Al-Barry, Arkola Surabaya

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

terimakasih atas kunjungannya jangan lupa komen

iklan otomatis