KESESATAN SYI’AH DI INDONESIA
MAKALAH
Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Sejarah Pemikiran Islam
Dosen Pembimbing : Dr. Abu Khair, M.A.
Di susun oleh
ROKIMIN
NIM : 162520068
PROGRAM PASCASARJANA MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM
INSTITUT PERGURUAN TINGGI ILMU QUR’AN JAKARTA
TAHUN 2016 M/1438 H
MENYIKAP KESESATAN SYIAH DI INDONESIA
Oleh : Rokimin[1]
A. Mukaddimah
Akidah dan ajaran Islam harus selalu dijaga
kemurniannya oleh ummat Islam, khususnya oleh para Alim Ulama, maka untuk
membentengi akidah umat Islam di Indonesia, Majelis Ulama Indonesia sebagai
wadah para Ulama, Zu’ama, dan cendikiawan muslim di Indonesia. Pada dewasa ini
aliran syiah merupakan salah satu aliran yang
actual di bicarakan dalam berbagai media, baik media elektronik maupun cetak.
Aliran syiah telah dikecam sebagai aliran yang sesat dan menyesatkan karena
ajarannya yang dianggap telah
melanggar kaidah dalam agama islam.
Telah nampak
berbagai protes terhadap ajaran mereka salah satunya adalah yang telah terjadi
di Bandung Senin, 23 April 2012. Hasil akhir dari Musyawarah ‘Ulama dan Ummat
Islam Indonesia ke-2 yang diprakarsai Forum Ulama Ummat Indonesia (FUUI) yang
berlangsung di Masjid Al Fajr Kota Bandung, menghasilkan keputusan:
Merekomendasikan kepada MUI Pusat agar mengeluarkan fatwa tentang kesesatan
faham Syi’ah,Meminta kepada Menkumham, Menag, dan Kejagung agar mencabut izin
seluruh organisasi, yayasan, atau lembaga yang berada dibawah naungan syi’ah
dan atau yang berfaham Syi’ah, Merekomendasikan kepada pemerintah melalui
Mendikbud agar menutup segala kegiatan Iranian Corner di seluruh perguruan
tinggi di Indonesia. Kemudian berkembang berita lagi Bandung
Rabu, 02/05/2012 18:07 WIB - Sekretaris Majelis Ulama Indonesia (MUI) Jabar
Rafani Achyar mengakui pihaknya sulit memfatwakan aliran Syiah sebagai aliran
sesat. Hingga kini MUI terus mengkaji berbagai hal yang ada dalam paham Syiah
tersebut.Kemuan karena tiadak adanya keputusan pemerintah yang kurang tegas di
Pasuruan Rabu, 09/05/2012 19:28 WIB - 3 Spanduk sosialisasi Keputusan
Fatwa Majelis Ulama Indonesia Jawa Timur No. Kep-01/SKF-MUI/JTM/I/2012 Tentang
Kesesatan Ajaran Syiah, dipasang di wilayah Bangil, Spanduk bertuliskan
'Alhamdulillah Fatwa MUI Jatim 2012 Menyatakan Syiah Sesat dan Menyesatkan'
dipasang oleh Jamaah Ahlussunah Wal Jama’ah (Aswaja).
Sejarah Islam mencatat bahwa hingga saat ini
terdapat dua macam aliran besar dalam Islam.Keduanya adalah Ahlussunnah (Sunni)
dan Syi’ah. Tak dapat dipungkiri pula, bahwa dua aliran besar teologi ini kerap
kali terlibat konflik kekerasan satu sama lain, sebagaimana yang kini bisa kita
saksikan di negara-negara seperti Irak dan Lebanon. Terlepas dari hubungan
antara keduanya yang kerap kali tidak harmonis, Syi’ah sebagai sebuah mazhab
teologi menarik untuk dibahas.
B. Syiah di Indonesia
Ada yang menganggap Syiah lahir pada masa
kekhalifahan Usman bin Affan atau pada masa kepemimpinan Ali bin Abi Thalib,
pada masa itu terjadinya pemberontakan terhadap khalifah Usman bin Affan yang
berakhir kepada kesyahidan Usman bin Affan dan ada tuntutan umat agar Ali bin
Abi Thalib bersedia di baiat sebagai khalifah pengganti Usman bin Affan.
Syiah adalah aliran dalam Islam yang meyakini
bahwa Ali bin Abi Thalib dan keturunannya adalah imam-imam atau para pemimpin
agama dan umat setelah wafatnya Nabi Muhammad Saw.
Imam Syafii ketika ditanya tentang Murji’ah,
Rafidhah, dan Qodariah oleh murid beliau Imam Al-Buwaithi bahwa, “ siapa
yang mengatakan iman cukup dengan perkataan maka ia murjiah, siapa yang
mengatakan Abu Bakar, dan Umar bin Khattab bukan imam yang sah maka dia Syiah
(Rafidhah), dan siapa yang mengatakan perbuatan manusia bergantung pada
kehendaknya semata maka dia adalah Qodariah,[2].
Oleh sebab itu identifikasi Rafidhah dalam diri mereka ini, kaum Syiah
imamiyah enggan disebut dengan istilah itu dan lebih suka disebut syiah saja,
hal itu bertujuan untuk mengelabui ummat Islam bahwa mereka sama dengan Syiah
Ali gerasi awal.
Menurut K.H Hasyim As’ari pendiri Nahdatul
Ulama, menolaknya dan menyatakan madzhab Imamiyah dan Zaidiyah kedua-duanya
tidak sah di ikuti oleh Ummat Islam dan tidak boleh dipegang pendapatnya sebab
mereka adalah ahli bid’ah.[3]
Istilah Syiah berasal dari bahasa Arab (شيعه ) Syiah, lafadz ini merupakan
bentuk tunggal, sedangkan pluralnya adalah Syiya’an pengikut. Syiah
disebut Syi’i. Kata Syiah[4]
menurut etimologi bahasa arab bermakna: pembela dan pengikut seseorang. Selain
itu juga bermakna kaum yang berkumpul atas suatu perkara.[5]
Syiah berarti
pengikut, kelompok atau golongan, secara istilah Syiah adalah kelompok atau
orang yang mendukung dan pengikut Ali bin Abi Thalib dan keturunannya serta Ahlul
Bait.[6]
Syiah dari segi
bahasa berati pengikut, pecinta, pembela, yang ditunjukkan kepada ide, individu
atau kelompok tertentu. Syiah dalam arti kata lain dapat disandingkan juga
dengan kata tasyaiyu’ yang berarti patuh/menaati secara agama dan
menagangkat kepada orang yang ditaati itu dengan penuh keikhlasan tanpa
keraguan.[7]
Syiah
adalah kelompok masyarakat yang jadi pendukung Ali bin Abi Thalib, mereka
berpendapat Ali bin Abi Thalib Imam atau Khalifah yang ditetapkan melalui Nash
(Wahyu) dan wasiat dari Rasulullah Saw. Baik secara terang-terangan maupun
secara implisit, mereka beranggapan bahwa imamah (kepemimpinan) tidak boleh
keluar dari jalur Ali. Hal itu hanya kezaliman
dari orang lain dan taqiyyah dari keturunan Ali. Menurut mereka,
imamah dipandang bukan hanya di pandang sebagai kemaslahatan dengan dipilih
atau di tunjuk, tetapi imamah termasuk akidah sebagai tiang agama. Rasulullah
tidak pernah melupakannya dan tidak boleh dicampuri oleh orang banyak. Mereka
sepakat bahwa imam wajib ditunjuk dan orangnya sudah di nashkan. Imam memiliki
sifat terpelihara dari kesalahan sebagaimana sifat yang terdapat pada diri
Nabi. Imam juga terbebas dari dosa besar maupun dosa kecil. Mereka menolak
bahwa ketentuan tersebut tidak boleh ditolak, baik melalui perkataan, perbuatan,
maupun keyakinan. Kecuali dalam keadaan taqiyyah, akan tetapi kelompok Syiah Zaidiyah mempunyai
pendapat lain, bahwasannya imam boleh saja dari luar keturunan Ali.[8]
Syiah pada mulanya bukan sebagai mazhab dalam
bidang hukum (fikih), akan tetapi sebagai kelompok politik yang berpendapat,
bahwa yang berhak menjadi khalifah setelah Nabi Muhammad wafat ialah Ali bin
Abi Thalib, bukan Abu Bakar, Umar dan Usman. Golongan syiah berpendapat bahwa
pengangkatan kepala pemerintahan (khalifah) termasuk rukun Islam, oleh sebab
itu bagi umat Islam untuk melaksanakannya, belum sempurna Islam seseorang kalau
belum melaksanakan hal itu. Karenanya golongan Syiah tidak saja menjadi mazhab
politik, tetapi juga mazhab fikih.[9]
C. Kesatan Syiah menurut MUI ( Majelis Ulama Indonesia)
Dalam Rakernas MUI Desember 2007 telah
menetapkan 10 kreteria Aliran Sesat.
1. Mengingkari salah satu dari rukun Iman yang enam dan Rukun Islam yang lima
2. Meyakini dan mengikuti akidah yang tidak sesuai dengan dalil Syar’i
3. Meyakini turunnya wahyu setelah Al-Qur’an
4. Mengingkari otensitas dan kebenaran isi Al-Qur’an
5. Melakukan penafsiran Al-Qur’an yang tidak sesuai kaidah tafsir
6. Mengingkari kedudukan hadis Nabi sebagai sumber ajaran Islam
7. Menghina, melecehkan para Nabi dan Rasul
8. Mengingkari nabi Muhammad sebagai Nabi dan Rasul terakhir
9. Mengubah, menambah, atau mengurangi pokok-pokok ibadah yang telah
ditetapkan syariaat, seperti Haji tidak ke Baitullah, sholat fardhu tidak 5 waktu
10. Mengkafirkan sesama muslim tanpa dalil syariah, seperti mengkafirkan sesama
muslim yang bukan kelompoknya. [10]
Berdasarkan hasil penelitian dan berbagai
sumber ilmiah, ajaran syiah memliki banyak perbedaan dan kesesatan prinsipil
baik dari segi akidah maupun ibadah dengan ajaran yang dibawa oleh Rasulullah
Saw, mulai dari perbedaaan dalam syahadat, rukun Islam, rukun Iman, tata cara
sholat, lafadz adzan, menafsirkan Al-Qur’an, memahami kedudukan hadis Nabi
Muhammad Saw, dan lain sebagainya.
1. Tentang Al-Qur’an
Mayoritas ummat Islam di dunia termasuk di
Indonesia adalah Ahlusunnah Waljamaah atau di kenal dengan istilah Sunni, yang
mengamalkan Islam bedasarkan Al-Qur’an dan As-Sunnah, Al-Qur’an yang digunakan
pun sama yaitu mushaf Usmani.
Orang syiah yang meyakini bahwa pendapat yang
menyatakan adanya kemungkinan perubahan dalam Al-Qur’an adalah mengingkari
Al-Qur’an dan jaminan dari Allah untuk menjaganya, Allah berfirman:
$¯RÎ) ß`øtwU $uZø9¨tR tø.Ïe%!$# $¯RÎ)ur ¼çms9 tbqÝàÏÿ»ptm: ÇÒÈ
9. Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan Al Quran, dan
Sesungguhnya Kami benar-benar memeliharanya. [11]
Jumhur ulama syiah meyakini bahwa Al-Qur’an
yang ada ditangan kaum muslimin saat ini adalah satu-satunya Al-Qur’an dan
merupakan wahyu Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad Rasulullah. [12]
Akan tetapi Syiah memiliki keyakinan sendiri
tentang Al-Qur’an yang seharusnya digunakan saat ini, mereka menuduh telah
terjadi perubahan. Dalam kitab rujukan Syiah, Al-Kaafiy, di katakan. Dari
Ja’fi ia berkata, “ saya pernah mendengar Abu Ja’far a.s, tidak ada satu orang
pun yang mampu menghimpun Al-Qur’an seluruh nya selengkap ketika diturunkan
Allah, kecuali ia pendusta. Tidak ada seorang pun yang mampu menghimpun dan
menghafalnya selengkap yang diturunkan Allah Swt, kecuali Ali bin Abi Thalib
dan para Imam sesudah beliau.”[13]
Menurut mereka bahwasannya Alqur’an yang ada
di tangan muslim sekarang banyak ayat yang hilang dan tidak lengkap. “Mushaf
Fatimah itu ada dan tebalnya tiga kali lipat Al-Qur’an kita, dan didalamnya dan
di dalamnya tidak satu hurufpun yang sama dengan Al-Qur’an kita”.[14]
Imam Al-Kullaini[15]
mengatakan bahwasannya Aliran Syiah juga meyakini bahwa Al-Qur’an di turunkan
dengan satu bacaan yaitu bacaan orang Quraisy, tidak ada riawayat-riwayat
bacaan Al-Qur’an. Dari Husen bin Muhammad, dari Ali bin Muhammad, dari Wasaai,
dari Jamil bin Daraaji, dari Muhammad bin Muslim, dari Zurarah, dari Abu Ja’far
r.a berkata, Sesungguhnya Alqur’an itu satu dan diturunkan nya itu satu dan tidak
ada perbedaan datang dari sebelumnya dengan riwayat (Qiraat Sab’ah).[16]
Dari Ali bin Ibrahim, dari bapaknya, dari Abu
Umar, dari Umar bin Udainah, dari Fudhoil bin Yasar berkata, saya berkata
kepada bapakku Abdullah r.a, beliau mengatakan, sesunnguhnya manusia yang
mengatakan : sesungguhnya Al-Qur’an itu turun atas 7 bacaan, maka Abdullah
berkata, mereka telah berbohong akan tetapi Al-Qur’an diturunkan 1 bacaan dari
yang satu. [17]
Pendapat tersebut di bantah oleh Hadis Nabi Muhammad Saw, yang di
riwayatkan oleh Imam At-Turmudzi.
عَنْ أُبَيِّ بْنِ
كَعْبٍ قَالَ لَقِيَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ جِبْرِيْلَ فَقَالَ
يَا جِبْرِيْلُ إِنِّيْ بُعِثْتُ إِلَى أُمَّةٍ أُمِّيِّيْنَ مِنْهُمُ الْعَجُوْزُ
وَالشَّيْخُ الْكَبِيْرُ وَالْغُلَامُ وَالْجَارِيَةُ وَالرَّجُلُ الَّذِي لَمْ
يَقْرَأْ كِتَابًا قَطُّ قَالَ يَا مُحَمَّدُ إِنَّ الْقُرْآنَ أُنْزِلَ عَلَى
سَبْعَةِ أَحْرُفٍ.
Dari Ubay bin Ka'ab, dia berkata;
Rasulullah saw. menemui Jibril as., lalu beliau bersabda; "Wahai
Jibril, sesungguhnya aku diutus untuk umat yang buta huruf, di antara mereka
ada yang lemah, tua, renta, anak kecil laki-laki dan perempuan serta orang yang
sama sekali tidak bisa membaca." Jibril as. berkata; "Wahai Muhammad saw., sesungguhnya
Al-Qur'an diturunkan dalam tujuh dialek (qira’ah sab’ah)." (HR.
Tirmidzi)[18]
Pendapat
kedua hadis yang di riwayatkan oleh Imam Bukhorin dalam kitabnya Shohih
Bukhori.[19]
Mereka juga mengatakan bahwasannya Al-Qu’ran
yang ada pada kaum muslimin sekarang sudah banyak dikurangi oleh Khalifah Abu
Bakar Ashiddiq, sehingga Al-Qur’an yang ada ditangan kamum mulimin tidak
sempurna, sebagaimana yang dikatakan oleh Assyid Abdullah As-Syibr. Al-qur’an
yang diturunkan kepada Nabi Muhammad lebih banyak dari pada Al-Qur’an yang ada
ditangan kita hari ini, banyak yang dibuang didalamnya, sebagaimana yang
ditunjukkan oleh hadis-hadis yang mutawatir yang saling menguatkan, yang kami
jelaskan dalam kitab kami muhyatul mufassilin fi Haqqi toriqotil mujtahidin.[20]
Ringkasan dari kitab Miratul Uqul menurut
Imam Al-Majlisi bab ini adalah mutawatir, diriwayatkan oleh orang banyak yakni
ulama-ulama syiah mereka yang maknanya tidak diragukan lagi bahwa Al-Qur’an
yang di turunkan kepada Nabi Muhammad Saw, ada ayat yang dirubah. Sebagaimana
contohnya,
وكذالك
جعلنكم امة وسطا ( dan sesunnguh nya kami jadikan ummat itu bersatu)
Sedangkan menurut Imam Almajlisi. وكذالك جعلنكم ائمة وسطا dan kami jadikan imam-imam itu bersatu. Bagaimana mungkin
Ummar Nabi Muhammad dikatakan Ummat-ummat yang bersatu, mereka saling berbecah
belah, saling berperang dan sebagainya, makannya sesungguhnya ayat yang betul
itu menggunakan aimmatan (Imam).[21]
Menurut seorang Ulama Syiah Al-Mufid dalam kitab
nya Mawail Al-Muqolat menyatakan bahwa Al-Qur’an pada saat ini tidak
orisinil, Al-Qur’an sekarang sudah mengalami distorsi/pengurangan atau
penambahan.[22]
Al-Qummi tokoh Mufasir Syiah menegaskan dalam muqodimah tafsirnya bahwa ayat
Al-Qur’an ada yang dirubah sehingga tidak sesuai dengan ayat aslinya seperti
ketika diturunkan oleh Allah.[23]
Dalam kitab Al-Ushul Minal Kaafy, kami mempunyai mushab
yakni mushaf Fatimah, taukah kalian apakah mushaf Fatimah itu.? Mushaf bentuk
Qur’an nya sama sepertimu (Sunni) tetapi 3 kali lipat 2/3 Al-Qur’an kalian
hilang, dan demi Allah tidak ada didalam Al-Qur’an kalian satu huruf pun dari 2/3
yang hilang tersebut.[24] Menurut
Syiah Al-Qur’an yang ada pada kaum muslimin sekarang, banyak yang hilang hampie
2/3 nya nya dari Al-Qur’an Aslinya.
Dari Ali bin Hakam, dari Hisyam bin Salim, dari Abu Abdullah,
berkata : sesunnguhnya Al-Qur’an yang dibawa oleh malaikat Jibril kepada Nabu
Muhammad Saw, berjumlah 17.000 ayat. [25]
sedangkan menurut Ibnu Katsir. Tentang jumlah ayat al-Quran ada 6000 ayat. Kemudian
ulama berbeda pendapat yang lebih dari angka itu. Diantara mereka berpendapat,
tidak lebih dari 6 ribu ayat. Ada yang mengatakan, 6204 ayat. Ada yang
mengatakan, 6014 ayat. Ada juga yang mengatakan, 6219 ayat. Ada yang
mengatakan, 6225 atau 6226 ayat. Dan ada yang mengatakan, 6236 ayat. Pendapat
terakhir ini disampaikan oleh Abu Amr ad-Dani dalam kitab al-Bayan. (Tafsir Ibn
Katsir, 1/98).[26]
Para ulama Syiah yang muktabar, seperti
Al-Mufid, Al-Jazairi dan Al-Majlisi, menjelaskan alasan Syiah memekai Al-Qur’an
pada saat ini. “ sesungguhnya syiah disuruh membaca Al-Qur’an yang ada
diantara 2 sampul dan tidak menyatakan adanya tambahan atau pengurangan sampai
datangnya Al-Qoim (Imam Mahdi Al-Muntazar), pada saat itu barulah Al-Qoim
membacakan kepada manusia wahyu Allah yang dikumpulkan oleh Ali bin Abi Thalib
mereka melarang kita untuk membaca riwayat-riwayat yang bertambah dan yang
sudah ada di mushaf sekarang ini karena sumbernya tidak mutwatir alias ahad dan
seorang bisa salah dalam menukulnya. Disisi lain, jika syiah membaca selain
dari pada yang ada di mushaf saat ini menyebabkan dirinya tertipu dan
menyeretnya pada kehancuran, oleh sebab itulah para imam maksum melarang kita
membaca selain dari yang ada dimushaf saat ini. [27]
Para ulama menyatakan dengan tegas bahwa
Al-Qur’an yang dipegang dan diamalkan umat Islam saat ini diseluruh dunia
adalah asli, tidak ada pengurangan maupun penambahan. Karena Allah langsung
yang menjaganya. Al-Qadhi ‘Iyadh menukil perkataan Abu Ustman Al-Haddad bahwa
semua ahli tauhid bersepakat atas kekafiran orang yang mengingkari satu huruf
dari Al-Qur’an. Ibnu Qodamah Al-Maqdisi menyatakan “ tidak ada perbedaan
diantara kaum muslimin bahwa orang yang mengingkari satu surah atau ayat dan
kata, atau huruf dari Al-Qur’an, disepakati adalah kafir. Imam Abu Hazm
berkata diantara dua sampul Al-Qur’an ada perubahan adalah kekufuran yang nyata
dan mendustai Rasulullah Saw. Al-Imam Al-Hafizh Abu Amar Al-Dani berkata “ orang
yang menolak atau mengingkari 1 huruf dala Al-Qur’an adalah kafir. Orang
yang meyakini terjadi nya perubahan dalam Al-Qur’an adalah sesat, menyesatkan,
kafir dan bermaksud membatalkan ajaran Islam.Syaikh Nawawi Al-Bantani
menyatakan “orang yang mengingkari satu ayat atau satu huruf Al-Qur’an atau
menambahkan satu huruf kedalam Al-Qur’an adalah murtad i’tiqadi.[28]
Imam Bukhari telah meriwayatkan sebuah hadist
tentang penolakan Ali bin Abi Thalib atas tuduhan orang-orang yang menyangka
bahwa beliau telah menerima wahyu selain Al-Qur’an. Dari Abu Juhaifah, bahwa ia
bertanya kepada Ali, “Apakah anda menyimpan wahyu selain Al-Qur’an?” Ali
Menjawab, “ Tidak, demi Allah yang membelah dan menciptakan jiwa, aku tidak
mengetahui hal itu, kecuali pemahaman Al-Qur’an yang diberika Allah kepada
seseorang, dan isi lembaran ini.” Ia bertanya:” apa isi lembaran iru?” Ali
menjawab” diyat aqilah pelepasan tawanan, dan seorang muslim tidak
dibunuh sebab orang kafir.[29]
Jika merujuk kepada Fathul Bari, dijelaskan
bahwa Ali telah menegaskan bahwa Ahlul Baiut tidak mempunyai kitab suci selain
Al-Qur’an.[30]
Ibnu Abi Dawud Al-Sujistani meriwayatkan 5 atsar dari Ali bin Abi Thalib
yang memuji Abu Bakar As-Siddiq sebagai orang yang pertama yang melakukan
pengumpulan Al-Qur’an kedalam suhuf. [31]
ia juga meriwayatkan 2 atsar dari Ali bin Abi Thalib yang memuji kebijakan
Khalifah Usman bin Affan yang membakar mushaf-mushaf selain kodifikasi mushaf
Usmani. “jika Usman tidak melakukannya, maka saya yang akan melakukan itu”, tegas
Ali bin Abi Thalib. Hal ini membuktikan Ijma’ para sahabat Nabi, termasuk Ali
dan Ahlulbait, dan seluruh Ummat Islam atas kodifikasi Mushaf Al-Imam (Usmani).[32]
Seluruh fakta diatas secara ilmiah di ambil
dari berbagai sumber salah satunya, pendapat Syiah di Indonesia, kitab-kitab
yang menjadi rujukan Syiah, dan pendapat ulama-ulama Salafus As-Shaleh. Telah
membantah keyakinan bahwa Al-Qur’an yang dijadikan pedoman Ummat Islam seluruh
dunnia adalah palsu atau tidak sempurna. Hal ini sangat bertentangan dengan
pendapat kaum muslimin dan para ulama Shalih. Padahal Rasullah menyatakan bahwa
“ Ummatku tidak akan bersepakat dalam kesesatan” sehingga syiah telah
menyalahi ketentuan ini dan telah mengingkari hadist Sahih serta bertentangan
dengan keyakinan Ummat Islam. Dengan demikian, syiah telah menyimpang karena
Mengingkari autentisitas (keaslian) dan kebenaran Al-Qur’an.[33]
2.
Tentang
Sahabat Rasulullah Saw.
Menurut Ibnu Hajar al-Asqalani asy-Syafi'i pernah
berkata: "Sahabat (صحابي,
ash-shahabi) ialah orang yang bertemu dengan Rasulullah , beriman kepada dia
dan meninggal dalam keadaan Islam.[34]
syiah meyakini
bahwa diantara sahabat nabi terdapat pribadi-pribadi agung yang telah
disebutkan keutamaannya oleh Al-Qur’an dan Sunnah. Akan tetapi, tidak semua
sahabat tidak ada yang salah atau perbuatan-perbuatan mereka benar semuanya
tanpa terkecuali. Syiah meyakini bahwa seorang manusia miskipun sahabat Nabi,
bergantung pada amal nya, sesuai dengan prinsip
Al-Qur’an yang menyatakan : “ sesungguhnya orang yang paling mulia
disisi Allah adalah orang yang paling bertaqwa (Q.S Al-Hujurat. 13). Maka siapa
saja diantara sahabat nabi yang selama bersama Nabi Ikhlas dan terus dalam
garis ini dalam menjaga Islam dan kesetiaan kepada AL-Qur’an sesudah wafatnya,
Syiah mengakuinya dan mengkategorikannya sebagai orang shalih. Harus difahami
bahwa tidak benar Syiah menolak Umummnya sahabat dan hanya mengakui segelintir
diantara mereka.[35]
Menurut Imam
Al-Kullaini mengatakan, barang siapa yang mengatakan atau menganggap Syaidinina
Abu Bakar dan Umar bin Khattab itu muslim maka ia masuk neraka. [36]
Imam Al-Kullaini dalam kitab nya Ar-Raudhah Mina Al-kaafy. Mengatakan bahwa
seluruh sahabat itu Murtad setelah wafatnya Nabi Muhammad Saw, kecuali 3 orang
yaitu Al-Miqdad bin Al-Aswad, Abu Dzar Al-Ghifari, dan Salman Alfarisi.[37]
Jika seorang
pemimpin memberontak terhadap amirul mukminin (Ali) untuk melawan dia dalam
kepemimpinannya atau membuat permusuhan kepadanya atau setiap imam, walaupun
mereka tidak terlalu najis dalam penampilan luar, akan tetapi mereka najis dari
anjing dan babi. [38]
hal ini bantah oleh fakta sejarah ketika Aisyah dituduh berzina oleh
orang-orang munafik madinah Allah langsung membelanya dari atas langit yang
ketujuh dengan menurunkan 10 ayat dalam surat An-Nur untuk membebaskan tindakan
yang keji tersebut.
Ni’matullah
Al-jazairi di dalam kitabnya Al-Anwar An-Nukmaniah beliau menyatakan
bahwa “ Syaidina Abu Bakar dan Umar bin Khattab tidak pernah beriman kepada
Allah Rasulullah Saw, sampai Akhir Hayatnya.[39]
Jalaluddin Rahmat juga menulis dalam Buku nya,” berdasarkan riwayat dalam kitab
Al-Ansab karya Mas’ab Al-Zubairi, disimpulkan bahwa Ruqoyyah dan Ummu
Kultsum, Istri Khalifah Usman bin Affan, bukan putri Nabi Muhammad Saw.[40]
Di Indonesia
berbagai publikasi Syiah telah memfitnah, menjelek-jelekkan, melaknat bahkan
mengkafirkan Sahabat nabi Muhammad Saw. Diantaranya: menyamakan Abu Hurairah
dengan Paulus yang telah merubah teologi kristen. [41]
Syiah melaknat orang yang dilaknat Fatimah Yakni Abu Bakar dan Umar bin
Khattab.[42]
Ruqoyyah yang dinikahi Usman bukan putri Nabi, sehingga Usman dianggap tidak
menikahi dua putri nabi, tapi dua wanita lain, dan dia jelas membenci julukan
Dzun-Nurrain (Pemilik dua cahaya) julukan itu harus kita hapus (Mansukh). [43]
Aisyah memprovokasi khalayak dengan memerintahkan mereka agar membunuh Usman
bin Affan : Bunuhlah Na’tsal, Karena ia sudah menjadi kafir (catatan :
Natsal adalah prang tua yang pikun dan bodoh ).[44]
pendapat diatas adalah tuduhan dusta dan fitnah yang sangat keji kepada Sahabat
Nabi yang berdasarkan imajinasi dan cerita-cerita bohong, serta bentuk penodaan
terhadap agama Islam.
Dalam publikasi
Syiah dinyatakan, “ para khulafaurasyidin adalah fakta sejarah yang tidak bisa
ditolak kebenarannya dan mereka juga adalah sahabat Nabi Muhammad Saw yang
mulia dan faktanya mereka memiliki banyak prestasi (Buku Putih Mazhab Syiah,
Hal. 59). Namun, di buku tersebut ketika menyebut daftar para Sahabat Nabi yang
dijadikan panutan dan teladan bagi Syiah sama sekali tidak mencantumkan Abu
Bakar, Umar bin Khattab dan Usman bin Affan serta 6 Sahabat Nabi yang lain yang
di janjikan surga oleh Nabi Muhammad Saw.
di dalam Hadis Nabi Juga menerangkan sifat-sifat dan pujian
terhadap para sahabat, diantara nya hadis nabi tentang larangan serta celaan
terhadap sahabat yang di riwayatkan oleh Bukhari.
عن ابي سعيد الخدري
قال رسول الله صلى الله عليه وسلم لا تسبوا اصحابي فلو ان احدكم انفق مثل احد ذهبا
ما بلغ مد احدهم ولا نصيفه
Jangan kalian mencacai para sahabatku, andaikan kalian bersedekah
dengan emas sebesar gunung uhud, maka hal demikian tidak dapat mengimbangi
sedekah yang dikeluarkan para sahabat 1 mud saja atau separuhnya. (HR.
Bukhari). Nabi Muhammad juga menjelaskan bahwa para sahabat dan umat Islam
yang mengikuti jejak mereka adalah orang
yang adil dan orang pilihan agar menjadi saksi atas perbuatan manusia
setelahnya dan Rasulullah Saw menjadi saksi atas perbuatan mereka.
Seluruh Ummat Islam meyakini bahwa seluruh
sahabat Rasulullah Saw adalah orang mulia yang dipuji oleh Allah Swt dalam
Al-Qur’an
cqà)Î6»¡¡9$#ur tbqä9¨rF{$# z`ÏB tûïÌÉf»ygßJø9$# Í$|ÁRF{$#ur tûïÏ%©!$#ur Nèdqãèt7¨?$# 9`»|¡ômÎ*Î/ Å̧ ª!$# öNåk÷]tã (#qàÊuur çm÷Ztã £tãr&ur öNçlm; ;M»¨Zy_ Ìôfs? $ygtFøtrB ã»yg÷RF{$# tûïÏ$Î#»yz !$pkÏù #Yt/r& 4 y7Ï9ºs ãöqxÿø9$# ãLìÏàyèø9$# ÇÊÉÉÈ
100. orang-orang yang terdahulu lagi yang pertama-tama (masuk
Islam) dari golongan muhajirin dan anshar dan orang-orang yang mengikuti mereka
dengan baik, Allah ridha kepada mereka dan merekapun ridha kepada Allah dan
Allah menyediakan bagi mereka surga-surga yang mengalir sungai-sungai di
dalamnya selama-lamanya. mereka kekal di dalamnya. Itulah kemenangan yang
besar.
ôs)©9 _ÅÌu ª!$# Ç`tã úüÏZÏB÷sßJø9$# øÎ) tRqãèÎ$t7ã |MøtrB Íotyf¤±9$# zNÎ=yèsù $tB Îû öNÍkÍ5qè=è% tAtRr'sù spuZÅ3¡¡9$# öNÍkön=tã öNßgt6»rOr&ur $[s÷Gsù $Y6Ìs% ÇÊÑÈ
18. Sesungguhnya Allah telah ridha terhadap orang-orang mukmin ketika
mereka berjanji setia kepadamu di bawah pohon[45],
Maka Allah mengetahui apa yang ada dalam hati mereka lalu menurunkan ketenangan
atas mereka dan memberi Balasan kepada mereka dengan kemenangan yang dekat
(waktunya)[46]
Akidah Islam sebagaimana yang dinyatakan Imam
Abu Ja’far At-Thahawi menuntut supaya, “ kita mencintai para Sahabat
Rasulullah Saw dan tidak berlebihan dalam mencintai salah seorang dari mereka,
kita tidak berlepas diri dari mereka, kita membenci yang dibenci mereka tidak
baik tidak menyebut mereka kecuali dengan kebaikan. Mecintai mereka adalah
agama, iman dan ihsan, membenci mereka adalah kekafiran, kemunafikan dan sikap
melampaui batas.[47]
Dalam pandangan Ulama 4 mazhab, tindakan
mencaci apalagi mengkafirkan sahabat Nabi sangat tercela dan dikecam. Dari
kalangan ulama Hanafiah,” jika seorang rafidzi mencaci maki dan melaknat
Syaikhaini terhadap Abu Bakar, Umar, Usman, Thalhah, Az-Zubair dan Aisyah. [48]
Imam Malik berkata, “jika dia berkata bahwa para sahabat itu (Abu Bakar,
Umar, Usman Muawiyah, dan Amr bin Ash) berada diatas kesesatan dan kafir makan
ia dibunuh, dan jika mencaci mereka seperti kebanyakan orang maka dihukum
berat.[49]
Ulama Syafiiyah dipastikan kafir setiap orang yang mengatakan suatu
perkataan yang ujungnya berkesimpulan menyesatkan semua Ummat Islam atau mengakafirkan
sahabat.[50]
Dari kalangan Ulama Hanabilah, “siapa yang menganggap para sahabat nabi
telah murtad atau fasik setelah Nabi wafat, maka tidak ragu lagi bahwa bahwa
orang itu kafir.[51]
Dengan demikian Syiah telah mengkhianati dalil Al-Qur’an dan Hadist Rasul, dan
menyalahi keyakinan mayoritas Ummat Islam.
Seperti dimaklumi tindakan melaknat dan dan
mencaci sahabat Nabi Muhammad Saw termasuk salah satu dari 3 kreteria tambahan
pedoman identifikasi aliran yang di fatwakan oleh Majelis Permusyawaratan Ulama
(MPU) Aceh yaitu : 1. Meyakini atau mengikuti akidah yang tidak sesuai dengan i’tiqad
Ahlus Sunnah Wal-jamaah, 2. Melakukan pensyarahan terhadap hadis Nabi
Muhammad Saw tidak berdasarkan kaidah-kaidah ilmu Musthalah Hadist 3.
Menghina dan atau melecehkan para Sahabat Nabi Muhammad Saw.[52]
Kesimpulan
Syiah Merupakan Suatu Aliran dari berbagai
Aliran Islam yang sangat besar di muka bumi, yaitu Sunni dan Syiah. Munculnya
Syiah pada masa Akhir kekhalifahan Usman bin Affan atau pada masa kekhalifahan
Ali bin Abi Thalib. Penulis
mengambil dari Berbagai pandangan dan
pendapat yang di ambil dari berbagai kitab rujukan Syiah dan pendapat-pendapat
para Ulama Shalaf As-Shaleh, tentang akidah aliran Syiah.
Daftar Pustaka
As’ari , Muhammad Hasyim, Risalah Fi Ta’akkud
Al-Akhdzi bi Al Madzahib Al-Arba’ah, (Jombang, Maktabah Atturats Al-Islami.
Tt )
Al-Kullaini ,Muhammad Bin Ya’kub, Ushul Al-Kaafy, Jilid
1 ( Bairut, Daarul Murtadha, 2005)
, Ushul Al-Kaafy, Jilid 2 ( Bairut,
Daarul Murtadha, 2005)
, Ar-Raudhah
Mina Al-Kaafy, Jilid 8 ( Bairut, Daarul Murtadha, 2005),
Antologi Islam: Risalah Islam Tematis dari
Keluarga Nabi, (Jakarta, Alhuda, 2012)
Al-Azhari ,Muhammad bin Ahmad, Tanzib Al-Lughah, Tahqiq
Muhammad “iwadh Mura’ib, ( Bairut: Dar
Ihya At-Turats ‘Arabi, 2001)
Al-Musawi ,Syarafudin, Dialog Sunnah-Syiah,
( Jogjakarta, Mizan, 1983)
Al-Syahrastani ,Muhammad Bin Abdul Karim, dalam
terjemahan Asywadie Syukur, Al-Milal wa Al-Nihal, buku ke 1 ( Surabaya,
Bina Ilmu, 2006)
Az ,Emilia Renita, 40 Masalah Syiah, Meraih
Cinta Ilahi, Cetakan ke 2, Editor Jalaludin Rahmat (Bandung, Ijabi,
2009)
Fatwa Mui tentang Aliran sesat di Indonesia
Desember 2007.
Hasim ,Moh., Sejarah timbul dan berkembangnya Syiah di
Indonesia (Semarang, tp, 2012) hlm. 3, jurnal
Khamdie ,M. Khadafi, Ilmu Kalam ( Jakarta, Darunnajah Production,
2012)
Tim Ahlul Bait Indonesia, Buku Putih Mazhab Syiah
menurut para Ulama yang Mukhtabar, cetakan ke 4 ( Jakarta, Dewan Pengurus
Pusat Ahlul Bait Indonesia, 2012)
Rakernas 2007, Fatwa MUI tentang kesesatan
Aliran-Aliran
Rahmat ,Jalaluddin, Al-Mustafa : Pengantar Studi
Kritis Tarikh Nabi, (Bandung, Mathahhari Press, 2002)
, Al-Mustafa: Manusia Pilihan yang
disucikan, (Bandung, Simbiosa Rekatama Media, 2008)
Peraturan Menteri, Peraturan Daerah, Peraturan Gubernur,
fatwa MPU, keputusan MPU dan Tausyiah MPU,
Yanggo,Huzaemah Tahido, Pengantar Perbandingan Mazhab,
cetakan ke 4, ( Jakarta, Gaung Persada, 2011)
Referensi Tambahan
As-Sayyid Abdullah As-Sibr, Musabih
Al-Anwar,
Al-mufid, Mawail Al-Maqalat,
Ali Bin Ibrahim Al-Qummi, tafsir Al-Qummi, Juz
1,
Al-Mufid, Awail Al-Maqalat,
Abu Ja’far At-Thahawi, Al-Akidah
Al-Thahawiyah,
Al-Qadhi Iyadh, As-Syifa bi Ta’rif Huquq
Al-Mustafa, Juz 2,
An-Nawawi, Raudhat At-Thalibin, Juz 7,
Fath Al-Bari syarh Shahih Bukhari, Makatabah Samilah
Imam Al-Majlisi, Mir’atul Uqul,
Ibnu Taimiyah, Mukhtashar As-Sharim
Al-Maslul ‘Ala Syaitimi Ar-Rasul,
Kitan Al-Mashahif, no 30-40,
Muhibuddin Wa’izh, Al-Mashahif,
Ni’matullah Al-Jazairy, Al-Anwar
An-Nu’maniah, juz 1.
Referensi Kitab, lumaat Al-I’tiqad, hlm 20,
Al-fishal fi Almilal wa An Nihal,hlm 22, Risalah Alwafiyah.
Shahih Al-Buhkhari, Maktabah Samilah.
Syekh Nizham, Al-fatawa Al-hindiyyah, juz
2
[1] Makalah ini di persentasikan sebagai tugas mata kuliah Sejarah Pemikiran
Islam, dalam bimbingan dosen Bapak Dr. Abu Khaer, MA. Program Pascasarjana PTIQ
Jakarta.
[3] Muhammad Hasyim As’ari, Risalah Fi
Ta’akkud Al-Akhdzi bi Al Madzahib Al-Arba’ah, (Jombang, Maktabah Atturats
Al-Islami. Tt ) hlm. 29.
[4] Syi’ah (Bahasa Arab: شيعة, Bahasa Persia: شیعه) Madzhab Dua Belas Imam atau Itsna Asyariyyah merupakan yang
terbanyak jumlah penganutnya dalam sekte ini, dan istilah Syi'ah secara umum
sering dipakai merujuk pada mazhab ini. Pada umumnya, Syi'ah menolak
kepemimpinan dari tiga Khalifah pertama. Madzhab Syi'ah Zaidiyyah termasuk Syi'ah yang tidak menolak kepemimpinan
tiga Khalifah sebelum Ali bin Abi Thalib. (Wikipedia.com)
[5] Muhammad bin Ahmad Al-Azhari, Tanzib
Al-Lughah, Tahqiq Muhammad “iwadh Mura’ib, ( Bairut: Dar Ihya At-Turats ‘Arabi, 2001) Hlm. 41
[6] M. Khadafi Khamdie, Ilmu Kalam ( Jakarta, Darunnajah
Production, 2012), hlm 20
[7] Moh. Hasim, Sejarah timbul dan berkembangnya Syiah di Indonesia (Semarang,
tp, 2012) hlm. 3, jurnal
[8] Muhammad Bin Abdul Karim Al-Syahrastani, dalam terjemahan Asywadie Syukur, Al-Milal
wa Al-Nihal, buku ke 1 ( Surabaya, Bina Ilmu, 2006), Hlm.124
[9] Huzaemah Tahido Yanggo, Pengantar Perbandingan Mazhab, cetakan ke 4,
( Jakarta, Gaung Persada, 2011) Hlm. 164-165
[11] Ayat ini
memberikan jaminan tentang kesucian dan kemurnian Al Quran selama-lamanya.
[12] Tim Ahlul Bait Indonesia, Buku Putih Mazhab Syiah menurut para Ulama
yang Mukhtabar, cetakan ke 4 ( Jakarta, Dewan Pengurus Pusat Ahlul Bait
Indonesia, 2012) Hlm.33-34
[13] Muhammad Bin Ya’kub Al-Kullaini, Ushul
Al-Kaafy, Jilid 1 ( Bairut, Daarul Murtadha, 2005), Hlm. 284
[14] Muhammad Bin Ya’kub Al-Kullaini, Ushul
Al-Kaafy, Jilid 1 ( Bairut, Daarul Murtadha, 2005), Hlm. 295
[15] Al-Kulaini bernama lengkap Abu Ja’far Muhammad bin Ya’kub
bin Ishaq al-Kulaini al-Razi adalah Pengarang kitab Al-Kafi yang dikenal
sebagai kitab induk dalam sekte Syi’ah. Ayahnya Ya’kub bin Ishaq adalah seorang
yang berpengaruh dalam sekte ini, sehingga sedikitnya ini akan mempengaruhi
kehidupan dari pengarang al-Kafi sendiri. Al-Kulaini dijuluki dengan julukan
Siqat al-Islam, hal ini dikarenakan beliau dikenal dengan pribadinya yang
dipercayai oleh banyak ulama, tidak hanya di golongan Syi’ah, tetapi, juga
Sunni.
[16] Muhammad Bin Ya’kub Al-Kullaini, Ushul Al-Kaafy,
Jilid 2 ( Bairut, Daarul Murtadha, 2005), Hlm. 348
[19] Dari Abdurrahman bin Abdul Qari’
bahwa dia berkata, aku mendengar Umar bin Khathab ra. berkata; “Aku mendengar Hisyam bin Hakim bin Hizam membaca surah Al-Furqan
dengan cara yang berbeda dari yang aku baca sebagaimana Rasulullah saw.
membacakannya kepadaku dan hampir saja aku mau bertindak terhadapnya, namun aku
biarkan sejenak hingga dia selesai membaca. Setelah itu aku ikat dia dengan
kainku lalu aku giring dia menghadap Rasulullah saw. dan aku katakan: "Aku
mendengar dia membaca Al-Qur'an tidak sama dengan aku sebagaimana engkau
membacakannya kepadaku". Maka, beliau berkata kepadaku: "Bawalah dia kemari". Kemudian beliau berkata,
kepadanya: "Bacalah". Maka dia pun
membaca. Beliau kemudian bersabda: "Begitulah memang yang
diturunkan". Kemudian beliau berkata kepadaku: "Bacalah". Maka, aku membaca. Beliau bersabda:
"Begitulah memang yang diturunkan. Sesungguhnya Al-Qur'an
diturunkan dengan tujuh dialek (qira’ah sab’ah), maka bacalah oleh kalian
(qira’ah) mana yang mudah". (HR. Bukhari)
[24] Muhammad Bin Ya’kub Al-Kullaini, Ushul Al-Kaafy, Jilid
2 ( Bairut, Daarul Murtadha, 2005), Hlm 526
[26] Ada beberapa catatan terkait keterangan yang disampaikan al-Hafidz
Ibnu Katsir di atas,Pertama, Sikap yang tepat mengenai jumlah ayat adalah tidak
menegaskan dengan bilangan angka tertentu. Kedua,
perbedaan jumlah ayat di atas, sama sekali bukan karena perbedaan al-Quran yang
mereka miliki. al-Quran mereka sama. Persis seperti Mushaf al-Imam yang
diterbitkan di zaman Khalilfah Utsman bin Affan radhiyallahu ‘anhu. Karena
mengingkari satu huruf dalam al-Quran, sama dengan mengingkari seluruh isi
al-Quran. Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu mengatakan,
مَنْ كَفَرَ
بِحَرْفٍ مِنَ الْقُرْآنِ ، أَوْ بِآيَةٍ مِنْهُ ، فَقَدْ كَفَرَ بِهِ كُلِّهِ
”Barangsiapa yang kufur terhadap
satu huruf al-Quran atau salah satu ayat al-Quran berarti dia telah kufur
terhadap seluruh isi al-Quran.” (Tafsir at-Thabari, 1/55).
[28] Referensi Kitab, lumaat Al-I’tiqad, hlm 20,
Al-fishal fi Almilal wa An Nihal,hlm 22, Risalah Alwafiyah. Hlm.105
[35]
Tim Ahlul Bait Indonesia, Buku Putih Mazhab
Syiah menurut para Ulama yang Mukhtabar, cetakan ke 4 ( Jakarta, Dewan
Pengurus Pusat Ahlul Bait Indonesia, 2012) Hlm. 53-54
[36]
Muhammad Bin Ya’kub Al-Kullaini, Ushul
Al-Kaafy, Jilid 1 ( Bairut, Daarul Murtadha, 2005), Hlm 373
[37]
Muhammad Bin Ya’kub Al-Kullaini, Ar-Raudhah Mina Al-Kaafy, Jilid
8 ( Bairut, Daarul
Murtadha, 2005), Hlm 245
[40]
Jalaluddin Rahmat, Al-Mustafa : Pengantar
Studi Kritis Tarikh Nabi, (Bandung, Mathahhari Press, 2002) Hlm 164-165.
[42] Emilia Renita Az, 40 Masalah Syiah, Meraih Cinta Ilahi, Cetakan ke
2, Editor Jalaludin Rahmat (Bandung, Ijabi, 2009) Hlm. 90
[43] Jalaludin Rahmat, Al-Mustafa:
Manusia Pilihan yang disucikan, (Bandung, Simbiosa Rekatama Media, 2008)
Hlm, 164
[45] Pada bulan Zulkaidah tahun keenam Hijriyyah Nabi Muhammad
s.a.w. beserta pengikut-pengikutnya hendak mengunjungi Mekkah untuk melakukan
'umrah dan melihat keluarga-keluarga mereka yang telah lama ditinggalkan.
Sesampai di Hudaibiyah beliau berhenti dan mengutus Utsman bin Affan lebih
dahulu ke Mekah untuk menyampaikan maksud kedatangan beliau dan kamu muslimin.
mereka menanti-nanti kembalinya Utsman, tetapi tidak juga datang karena Utsman
ditahan oleh kaum musyrikin kemudian tersiar lagi kabar bahwa Utsman telah
dibunuh. karena itu Nabi menganjurkan agar kamu muslimin melakukan bai'ah
(janji setia) kepada beliau. merekapun Mengadakan janji setia kepada Nabi dan
mereka akan memerangi kamu Quraisy bersama Nabi sampai kemenangan tercapai. Perjanjian setia ini telah diridhai Allah sebagaimana tersebut
dalam ayat 18 surat ini, karena itu disebut Bai'atur Ridwan. Bai'atur Ridwan
ini menggetarkan kaum musyrikin, sehingga mereka melepaskan Utsman dan mengirim
utusan untuk Mengadakan Perjanjian damai dengan kaum muslimin. Perjanjian ini
terkenal dengan Shulhul Hudaibiyah.
[52] Peraturan Menteri, Peraturan Daerah, Peraturan
Gubernur, fatwa MPU, keputusan MPU dan Tausyiah MPU, Hlm. 462
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
terimakasih atas kunjungannya jangan lupa komen